Hmm, bagaimana nanti yah? aku berpikir membayangkan sambil
mengira-ngira sesuatu yang akan ku jalani hari ini. Kalau tidak sekarang, kapan
lagi ? bukankah sudah tertunda dari seminggu kemarin. Padahal diprint sudah,
tinggal copy dan dijilid.
Berutung hari ini bisa selesai nyuci pagi - pagi. Meski agak
sebel sedikit, sepeda dibawa sekolah, mau gak mau pakai sepeda satunya yang
lebih kecil untuk ke warung. Entah kenapa dari kemarin dalam otak ku berasa
pengin bikin pepes jamur.
"kaya anak kecil," sahut Mba um, terkekeh
melihatku naik sepeda warna pink mulus ini. Aku sendiri juga merasa konyol
mentertawakan diri sendiri. Baiklah ini hanya untuk ke warung, biar nanti jalan
kaki saja untuk ke Balai Desanya.
Hanya seikat bayam, sebungkus jamur dan gorengan bakwan yang
ku beli. Sepertinya memang harus mampir ke warung satunya lagi untuk membeli
bawang teropong. Entah berasa ada yang kurang saja belanjanya kalau belum
mampir ke warung Wa Sukiah, nenek tua seorang janda tak beranak.
"Sampun, Wa. Cabe ijo sama bongkrek saja." kataku.
Kulihat di meja dagangnya juga tak ku lihat bawang teropong. Kalau hari ini tak
jadi bikin pepes, ada bongkrek sama selong bisa dimasak pake cabe ijo. Meski
aku tak terlalu suka, paling tidak Umi pulang ada masakan ini. Umi suka masakan
itu. Bongkrek atau yang juga dinamakan klember kalau di desa ku, disini
dijuluki "telembuk", Hah, kedengarannya kasar sekali bukan. Oh,
kenapa jadi meluncur kesitu lamunanku.
Tak perlu menimbang lagi karena sudah ku putuskan untuk
jalan kaki saja menuju tempat fotocopy sebelum ke Balai Desa.
Oh, dear. Aku harus menyeberang jalan raya melintasi pasar
membiarkan hidung dan wajahku berperang dengan asap polusi kendaraan pantura.
"Tumben jalan kaki?" tanya seseorang berkaos hijau
putih yang duduk di motor tempat parkiran.
"Oh, ya. Um. Di bawa sekolah."
"Sih?, Abah lagi apa?"
"Abah ke Jakarta tadi pagi, nganterin Om Edi
periksa."
"Emang dia mriang ?"
"Iya. Sejak pulang dari Jakarta bulan lalu."
sahutku sambil lalu menyebrang belok ke Balai Desa.
Ku lihat seorang ibu dengan kedua anak kecilnya tengah duduk
di kursi aula. Entah sedang menunggu atau ah entahlah aku juga tak kenal
dengannya.
"Mau apa?"tanyanya pada ku.
"Mau minta tanda tangan Pak lurah. Adakah ?"
"kurang tahu, coba saja masuk sana," jawabnya menunjuk
ke suatu ruangan yang kulihat memang ramai dengan bapak - bapak berseragam.
mungkin saja pegawai disana. Pasti.
"Assalamualaikum, Pak lurahnya ada?" tanyaku pada
seseorang yang ku kenali wajahnya tapi tidak dengan namanya. Yang jelas orang
itu penah mampir bertandang ke rumah.
"Ada, mba. Sini ada perlu apa?" sahut seseorang
yang lain, tengah duduk di meja tugas bersama rekannya. Di lebih muda dari
orang yang kusapa tadi.
"Mau minta tanda tangan untuk formalitas tugas."
jawabku menyodorkan sebuah makalah. Setelah menerimanya dia membuka,
membolak-balik lembar demi lembar. Demi Tuhan, semoga orang ini tak terlalu
mengajukan pertanyaan dengan laporan yang aku buat. Tak tahu, aku tak terlalu
bisa berbohong. Aku hanya mengajukan wawancara kecil pada tetanggaku yang punya
usaha sampingan membuat telur asin.
"Ini dimana, Mba?"tanyanya. Masih membolak - balik
laporanku yang hanya berjumlah tujuh belas halaman.
Hah, apa? barusan apa yang ditanyakannya. "Hmm, itu di
rumah Mba Titis."jawabku. Ku mohon jangan tanya RT berapa RW berapa, aku
tak terlalu yakin dengan jawabanku meski aku tidak begitu lupa di RT berapa aku
tinggal. Hah, benar-benar payah. Bertemu dengan Kades pun, inilah yang pertama
kalinya untuk ku.
"Maksudnya, ini ngasih tanda tangannya dimana?"
Oh, salah maksud rupanya, apa nglamun?.
"Oh, ya? ma'af disini. " jawabku menunjuk di halaman persetujuan.
"Oh, disini. Udah cuma ini tok. satu?" tanyanya
kembali. "Ok, sebentar."lanjutnya bangkit, berjalan menuju ruang
Kades begitu aku jawab mengiyakan.
Ruang tepat di depan tempat aku duduk itu kecil, bisa
menampung dua sampai tiga tamu. Kulihat Pak Kades tengah berbincang-bincang
dengan salah seorang tamunya. Sambil menunggu aku sempat berbincang dengan
orang yang ku kenal mengeluarkan jurus so akrab :-D bukan sok sih, tapi karena
memang kenal dan tak ada salahnya menyapa. Lama baru bertemu kembali. Sekaligus
untuk mengusir tatapan orang yang tadi duduk di sebelah orang yang menerima
laporanku. Kulihat raut wajahnya tidak menunjukan ekspresi ramah, atau mungkin
tengah tak bersemangat. Entahlah... sebelum pikiranku tambah ngalantur.
"Saya, kira Njenengan dinasnya di Kecamatan?"tanya
ku pada Um Jev.
"nggak, Mba. Disini saja. Emang lagi sibuk jadi nggak
main"Jawab bapak tiga orang anak ini. Anaknya yang pertama seumuran dengan
pita, dulu TK nya bareng. Sekarang mungkin dia sekolah di SMP.
Aku melirik kesebelah. "Oh, Um?"sapaku
menyunggingkan senyum. "iya, ini lagi mau minta tanda tangan." Dari
kemarin - kemarin memang aku sempat bertanya tentang ini.
"Jadi ke Jakarta Abahnya ?" tanya um Sekdes itu.
"Iya. Abah ke Jakarta, Um. Ngater
periksa..."sahutku.
"Iya, ngajak aku. Tapi aku juga lagi nggak enak
badan," akunya.
Tak berapa lama kemudian orang yang tadi datang membawa
laporanku dan menyerahkannya pada ku. Setelah mengucapkan terimakasih, akupun
pamit.
Alhamdulillah,..
Yes !
No comments:
Post a Comment