Tuesday, 3 November 2015

Hmm, bagaimana nanti yah? aku berpikir membayangkan sambil mengira-ngira sesuatu yang akan ku jalani hari ini. Kalau tidak sekarang, kapan lagi ? bukankah sudah tertunda dari seminggu kemarin. Padahal diprint sudah, tinggal copy dan dijilid.

Berutung hari ini bisa selesai nyuci pagi - pagi. Meski agak sebel sedikit, sepeda dibawa sekolah, mau gak mau pakai sepeda satunya yang lebih kecil untuk ke warung. Entah kenapa dari kemarin dalam otak ku berasa pengin bikin pepes jamur.

"kaya anak kecil," sahut Mba um, terkekeh melihatku naik sepeda warna pink mulus ini. Aku sendiri juga merasa konyol mentertawakan diri sendiri. Baiklah ini hanya untuk ke warung, biar nanti jalan kaki saja untuk ke Balai Desanya.

Hanya seikat bayam, sebungkus jamur dan gorengan bakwan yang ku beli. Sepertinya memang harus mampir ke warung satunya lagi untuk membeli bawang teropong. Entah berasa ada yang kurang saja belanjanya kalau belum mampir ke warung Wa Sukiah, nenek tua seorang janda tak beranak.

"Sampun, Wa. Cabe ijo sama bongkrek saja." kataku. Kulihat di meja dagangnya juga tak ku lihat bawang teropong. Kalau hari ini tak jadi bikin pepes, ada bongkrek sama selong bisa dimasak pake cabe ijo. Meski aku tak terlalu suka, paling tidak Umi pulang ada masakan ini. Umi suka masakan itu. Bongkrek atau yang juga dinamakan klember kalau di desa ku, disini dijuluki "telembuk", Hah, kedengarannya kasar sekali bukan. Oh, kenapa jadi meluncur kesitu lamunanku.

Tak perlu menimbang lagi karena sudah ku putuskan untuk jalan kaki saja menuju tempat fotocopy sebelum ke Balai Desa.
Oh, dear. Aku harus menyeberang jalan raya melintasi pasar membiarkan hidung dan wajahku berperang dengan asap polusi kendaraan pantura.

"Tumben jalan kaki?" tanya seseorang berkaos hijau putih yang duduk di motor tempat parkiran.
"Oh, ya. Um. Di bawa sekolah."
"Sih?, Abah lagi apa?"
"Abah ke Jakarta tadi pagi, nganterin Om Edi periksa."
"Emang dia mriang ?"
"Iya. Sejak pulang dari Jakarta bulan lalu." sahutku sambil lalu menyebrang belok ke Balai Desa.

Ku lihat seorang ibu dengan kedua anak kecilnya tengah duduk di kursi aula. Entah sedang menunggu atau ah entahlah aku juga tak kenal dengannya.
"Mau apa?"tanyanya pada ku.
"Mau minta tanda tangan Pak lurah. Adakah ?"
"kurang tahu, coba saja masuk sana," jawabnya menunjuk ke suatu ruangan yang kulihat memang ramai dengan bapak - bapak berseragam. mungkin saja pegawai disana. Pasti.

"Assalamualaikum, Pak lurahnya ada?" tanyaku pada seseorang yang ku kenali wajahnya tapi tidak dengan namanya. Yang jelas orang itu penah mampir bertandang ke rumah.
"Ada, mba. Sini ada perlu apa?" sahut seseorang yang lain, tengah duduk di meja tugas bersama rekannya. Di lebih muda dari orang yang kusapa tadi.

"Mau minta tanda tangan untuk formalitas tugas." jawabku menyodorkan sebuah makalah. Setelah menerimanya dia membuka, membolak-balik lembar demi lembar. Demi Tuhan, semoga orang ini tak terlalu mengajukan pertanyaan dengan laporan yang aku buat. Tak tahu, aku tak terlalu bisa berbohong. Aku hanya mengajukan wawancara kecil pada tetanggaku yang punya usaha sampingan membuat telur asin.
"Ini dimana, Mba?"tanyanya. Masih membolak - balik laporanku yang hanya berjumlah tujuh belas halaman.

Hah, apa? barusan apa yang ditanyakannya. "Hmm, itu di rumah Mba Titis."jawabku. Ku mohon jangan tanya RT berapa RW berapa, aku tak terlalu yakin dengan jawabanku meski aku tidak begitu lupa di RT berapa aku tinggal. Hah, benar-benar payah. Bertemu dengan Kades pun, inilah yang pertama kalinya untuk ku.
"Maksudnya, ini ngasih tanda tangannya dimana?" Oh, salah maksud rupanya, apa nglamun?.
"Oh, ya? ma'af disini. " jawabku menunjuk  di halaman persetujuan.
"Oh, disini. Udah cuma ini tok. satu?" tanyanya kembali. "Ok, sebentar."lanjutnya bangkit, berjalan menuju ruang Kades begitu aku jawab mengiyakan.
Ruang tepat di depan tempat aku duduk itu kecil, bisa menampung dua sampai tiga tamu. Kulihat Pak Kades tengah berbincang-bincang dengan salah seorang tamunya. Sambil menunggu aku sempat berbincang dengan orang yang ku kenal mengeluarkan jurus so akrab :-D bukan sok sih, tapi karena memang kenal dan tak ada salahnya menyapa. Lama baru bertemu kembali. Sekaligus untuk mengusir tatapan orang yang tadi duduk di sebelah orang yang menerima laporanku. Kulihat raut wajahnya tidak menunjukan ekspresi ramah, atau mungkin tengah tak bersemangat. Entahlah... sebelum pikiranku tambah ngalantur.
"Saya, kira Njenengan dinasnya di Kecamatan?"tanya ku pada Um Jev.
"nggak, Mba. Disini saja. Emang lagi sibuk jadi nggak main"Jawab bapak tiga orang anak ini. Anaknya yang pertama seumuran dengan pita, dulu TK nya bareng. Sekarang mungkin dia sekolah di SMP.
Aku melirik kesebelah. "Oh, Um?"sapaku menyunggingkan senyum. "iya, ini lagi mau minta tanda tangan." Dari kemarin - kemarin memang aku sempat bertanya tentang ini.
"Jadi ke Jakarta Abahnya ?" tanya um Sekdes itu.
"Iya. Abah ke Jakarta, Um. Ngater periksa..."sahutku.
"Iya, ngajak aku. Tapi aku juga lagi nggak enak badan," akunya.

Tak berapa lama kemudian orang yang tadi datang membawa laporanku dan menyerahkannya pada ku. Setelah mengucapkan terimakasih, akupun pamit.

Alhamdulillah,..

Yes !

No comments:

Post a Comment