BAB I
PENDAHULUAN
Dalam berkomunikasi kita menggunakan ketrampilan
berbahasa yang telah kita miliki, seberapa pun tingkat atau kualitas
keterampilan itu. Ada orang yang memiliki keterampilan itu. Ada orang yang
memiliki keterampilan berbahasa secara optimal sehingga tujuan komunikasinya
mudah tercapai. Namun, ada pula orang yang sangat lemah tingkat keterampilannya
sehingga bukan tujuan komunikasinya tercapai, tetapi malah terjadi salah
pengertian yang berakibat suasana komunikasi menjadi buruk. Dalam suatu
peristiwa komunikasi sering kali beberapa jenis keterampilan berbahasa
digunakan secara bersama-sama guna mencapai tujuan komunikasi. Banyak profesi
dalam kehidupan bermasyarakat yang keberhasilannya, antara lain bergantung pada
tingkat keterampilan berbahasa yang dimiliki oleh seseorang, misalnya profesi
sebagai manajer, jaksa, pengacara, guru, wartawan dan sebagainya.
BAB II
KETERKAITAN ANTAR ASPEK BERBAHASA
A.
Keterampilan Berbahasa
Keterampilan berbahasa bermanfaat
dalam melakukan interaksi komunikasi dalam masyarakat. Keterampilan berbahas
tersebut meliputi empat aspek antara lain : keterampilan menyimak, ketrampilan
berbicara, keterampilan mambaca dan keterampilan menulis.
Dalam berkomunikasi kita mengenal istilah encoding yaitu
proses penyampaian pesan dalam bentuk lambang (sandi). Dalam berbicara, si
penerima pesan mengirimkan pesan dengan menggunakan bahan lisan, selanjutnya
dalam menulis, si pengirim pesan mengirimkan pesan dengan menggunakan bahan
tulis. Di lain pihak dalam mendengarkan atau membaca si penerima pesan berupaya
memberi makna terhadap isi pesan yang disampaikan si pengirim. Proses tersebut
disebut, decoding, yaitu proses menafsirkan suatu pesan dalam bahasa atau
pengubahan suatu kode menjadi makna. Seorang dikatakan memiliki ketrampilan
berbahasa dalam posisi sebagai pengirim pesan, dalam proses encoding ia
terampil memilih bentuk-bentuk bahasa yang diterimanya dalam suatu konteks
komunikasi menjadi pesan untuk yang sama dengan yang dimaksudkan oleh si
pengirim.
B.
Aspek-aspek Keterampilan
Berbahasa
Sehubungan dengan penggunaan bahasa,
terdapat empat keterampilan dasar yaitu : membaca, menyimak, berbicara dan
menulis. Keempat keterampilan tersebut saling terkait antara yang satu dengan
yang lain.
a.
Hubungan membaca dengan
menyimak
Membaca dan menyimak sama-sama merupakan keterampilan
berbahasa yang bersifat reseptif. Membaca merupakan aktivitas berbahasa ragam
tulis, sedangkan menyimak berkaitan denan penggunaan bahasa ragam lisan. Dengan
kesamaan sifat reseptif yang dimiliki maka dalam melakukan kegiatan membaca dan
menulis memerlukan persiapan yang sama yaitu harus memiliki penguasaan terhadap
simbol-simbol bahasa, pengetahuan yang berkaitan dengan materi simakan atau
bacaan, pengetahuan tentang diksi, dan gaya bahasa serta kemampuan menangkap
makna tersurat dan tersirat. Perbedaan keduanya hanya pada objek yang menjadi
fokus perhatian awal yang menjadi stimulus. Pada membaca fokus perhatian pada
tulisan, sedangkan dalam menyimak fokus perhatian berupa suara (bunyi-bunyi).
Selanjutnya baik pembaca maupun penyimak melakukan aktivitas pengidentifikasian
terhadap unsur-unsur bahasa baik tulisan (dalam membaca), maupun suara (dalam
menyimak), yang selanjutnya diikuti proses decoding guna memperoleh pesan yang
berupa ide atau informasi.
Apabila ditinjau dan sudut pemerolehan atau belajar
bahasa, aktivitas membaca dapat membantu seseorang memperoleh kosa kata yang
berguna bagi pengembangan kemampuan menyimak pada tahap berikutnya.
b.
Hubungan menulis dengan
berbicara
Menulis merupakan kegiatan berbahasa
ragam tulis, sedangkan berbicara adalah kegiatan berbahasa ragam lisan. Baik
menulis maupun berbicara adalah kegiatan berbahasa yang bersifat produktif.
Keduanya digunakan untuk menyampaikan informasi. Kegiatan menulis umumnya
merupakan kegiatan berbahasa tak langsung, sedangkan dalam berbicara pada
umumnyabersifat langsung. Ini berarti ada kegiatan menulis yang bersifat
langsung, misalnya komunikasi dengan menggunakan telepon seluler (sms) dan
dengan menggunakan internet (chatting). Sebaliknya, ada kegiatan
berbicara secara tidak langsung, misalnya melalui pengiriman pesan suara
melalui telepon seluler. Dalam berbicara didukung dengan kegiatan menulis,
terutama berkaitan dengan persiapan tertulis baik berupa referensi yang harus
dibacanya maupun konsep yang akan disampaikannya. Perbedaannya hanya pada
objek, jika dalam berbicara dibutuhkan kemampuan memahami, menyandikan
simbol-simbol, dalam menulis dibutuhkan kemampuan dalam memahami simbol-simbol
dalam bentuk tertulis.
c.
Hubungan menulis dengan membaca
Membaca maupun menulis merupakan
aktivitas berbahasa ragam tulis. Menulis adalah kegiatan berbahasa yang
bersifat produktif. Sedangkan membaca merupakan kegiatan berbahasa yang
bersifat reseptif. Seseorang menulis guna menyampaikan gagasan, perasaan
informasi dalam bentuk tulisan. Sebaliknya, seseorang membaca guna memahami
gagasan, perasaan atau informasi yang disajikan daslam tulisan tersebut.
Dalam menulis, seseorang harus
melalui tahap-tahap perencanaan, penulisan dan revisi. Dalam melakukan
perencanaan penulis sering kali melakukan aktivitas membaca yang ekstensif dan
intensif guna menelusuri informasi, konsep-konsep atau gagasan-gagasan yang
akan dijadikan bagian dari bahan tulisannya. Kemudian, dalam proses penulisan
si penulis sering melakukan revisi-revisi
dengan cara membaca, lalu menulis kembali secara berulang-ulang. Jadi,
tampak jelas bahwa kemampuan membaca penting sekali bagi proses menulis.
Sebaliknya pula dalam kegiatan
membaca pemahaman seringkali kita harus menulis catatan-catatan, bagan, rangkuman
dan komentar mengenai isi bacaan guna menunjang pemahaman kita terhadap isi
bacaan. Selain itu, mungkin pula kita terdorong untuk menulis resensi atau
kritik terhadap suatu tulisan yang telah kita baca. Jadi, tampak begitu erat
kaitan antara aktivitas membaca dan menulis dalam kegiatan berbahasa.
d.
Hubungan berbicara dengan
menyimak (mendengarkan)
Berbicara dan mendengarkan adalah dua
jenis keterampilan berbahasa lisan yang sangat erat kaitannya. Berbicara
bersifat produktif, sedangkan mendengarkan bersifat reseptif. Berbicara dan
mendengarkan merupakan kegiatan komunikasi 2 arah yang langsung. Untuk
peristiwa komunikasi ini terjadi dalam situasi interaktif. Namun ada pula dalam
suatu konteks komunikasi ini terjadi dalam situasi noninteraktif, yaitu satu
pihak saja yang berbicara dan pihak lain hanya mendengarkan. Dawson dalan
Tarigan (194 : 3) menjelaskan hubungan antara berbicara dan mendengarkan
sebagai berikut :
1.
ujaran biasanya dipelajari
melalui mendengarkan dan meniru
2.
ujaran seseorang mencerminkan
pemakaian bahasa di lingkungan keluarga dan masyarakat tempat hidupnya,
misalnya dalam penggunaan intonasi, kosakata dan pola-pola kalimat.
3.
upaya yang digunakan untuk
meningkatkan kemampuan mendengarkan berarti pula membantu meningkatkan kualitas
berbicara.
4.
bunyi suara yang didengar
merupakan faktor penting yang berpengaruh terhadap kemampuan berbicara
seseorang (terutama anak-anak)
Berbagai kegiatan yang erat kaitannya dengan
keterampilan tersebut, antara lain :
a)
Dialog
Dialog diartikan sebagai pertukaran
pikiran atau pendapat mengenai suatu topik tertentu antara dua orang atau
lebih. Dialog dapat di wujudkan dalam berbagai bentuk seperti tanya-jawab,
wawancara, diskusi, musyawarah dan lain sebagainya. Dialog dapat terjadi kapan,
dimana dan tentang apa saja. Hal ini menunjukkan bahwa dialog dapat dilakukan
dengan tema apa saja dan dapat dilakukan sepanjang waktu, bisa pagi, sore
maupun malam. Dialog juga dapat dilakukan di berbagai tempat, misalnya di
rumah, di sekolah, di pasar, di rumah sakit, di jalan raya dan tempat-tempat
umum lainnya. Misalkan, dialog di rumah di pagi hari dilakukan antara ayah, ibu
dan anak atau dengan siapa saja terutama orang-orang yang dekat dihati. Agar
tidak terjadi kesalahpahaman dalam berdialog, ada beberapa hal yang perlu mendapat
perhatian, antara lain :
(1) bagaimana menarik perhatian, (2) bagaimana cara
mulai dan memprakarsai suatu percakapan, (3) bagaimana menyela, mengoreksi,
memperbaiki dan mencari kejelasan, (4) bagaimana mengakhiri suatu percakapan.
Namun demikian pembicaraan dapat dipahami apabila disertai mimik yang
mendukung, ekspresi wajah, gerakan tangan, anggukan kepala, dan sejenisnya
termasuk paralinguistik yang amat penting dalam berdialog dan juga kemampuan
memahami proses encoding dan decoding agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam
memahami isi, pesan atau pembicaraan dalam berdialog.
b)
Musyawarah dan Diskusi
Musyawarah mengandung arti
perundingan, yaitu membicarakan sesuatu supaya mencapai kata sepakat, mencari
kesepakatan untuk penyelesaian masalah yang ada. Dalam suatu musyawarah
dipimpin oleh seorang pimpinan sidang yang berhak membuat tata tetib musyawarah
dan tata tertib pelaksanannya. Dalam musyawarah biasanya terdapat perbedaan
pendapat, tetapi perbedaan itu harus dipadukan, bila tidak maka biasanya diambil
voting (suara terbanyak). Itulah hal istimewa dari musyawarah yang berbeda
dengan diskusi, dalam musyawarah selalu ada kesimpulan kesepakatan.
Sedangkan diskusi adalah proses
pelibatan dua orang atau lebih yang berinteraksi secara verbal dan tatap muka,
mengenai tujuan yang sudah tentu melalui tukar menukar informasi untuk
memcahkan masalah (Nio (dalam Haryadi, 1981 : 68)). Dalam diskusi harus ada
sebuah masalah yang dibicarakan, moderator yang memimpin diskusi, dan adanya
peserta diskusi yang dapat mengemukakan pendapat secara teratur.
Hal lain yang membedakan musyawarah dengan diskusi,
dalam musyawarah tidak harus dengan bertatap muka karena bisa melalui media
lain seperti musyawarah dalam pembicaraan di telepon. Dalam musyawarah lebih
menekankan pada pencarian kesepakatan, mufakat atas suatu masalah yang dibahas
(perembugan masalah), sedangkan dalam diskusi membicarakan suatu masalah yang
sudah ada melalui tanya jawab, tukar menukar pendapat antar peserta mengenai
suatu permasalahan, dalam hal ini ada yang harus diperhatikan dalam
menyampaikan tanggapan maupun sanggahan dalam diskusi. Apabila sudah banyak
persamaan pendapat maka segera mengambil keputusan atas hasil diskusi dan dalam
diskusi tidak ada voting.
BAB III
PENUTUP
Ketika berkomunikasi dalam kehidupan masyarakat hampir
tak mungkin kita hanya menggunakan satu jenis keterampilan berbahasa. Paling
tidak, dua atau tiga jenis keterampilan berbahasa digunakan secara bergantian
dalam suatu komunikasi. Misalnya, keterampilan menulis sering digunakan secara
terintegrasi dengan keterampilan lainnya. Oleh karena itu, dalam berlatih
menulis, hendaknya kita berupaya mengaitkannya dengan jenis keterampilan
lainnya, yaitu keterampilan menyimak, berbicara, dan membaca. Dalam hal ini,
latihan menulis dapat dilakukan secara terpadu dengan keterampilan berbicara
antara lain dengan aktivitas diskusi, wawancara dan aktivitas lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Mulyati, Yeti, dkk (2007). Keterampilan
Berbahasa Indonesia SD. Jakarta : Universitas Terbuka
izin copy terimakasih kak
ReplyDelete