Pagi yang damai, mungkin begitulah suasana pagi
ini.Segala aktivitas rumah dari memasak, menyiapkan sarapan, mencuci piring,
menyapu dan membersihkan rumah telah selesai ku kerjakan. Perlahan namun pasti,
ku kayun langkah ini menuju serambi rumah, duduk di kursi penjalin, menghirup
udara segar, menatap lalu lalang
aktivits di jalanan, memandangi setiap wajah yang lewat depan rumah. Oh,
tidak. Aku tidak memandangi mereka.Aku lebih fokus ke pikiran, yah pikiran dan
perasaan ku yang tengah terguncang. Aku coba tuk tetap tenang, diam melantunkan
bait – bait do’a dalam kekhawatiran. Ku lantunkan ayat - ayat cinta dalam
tatapan dan pikiran serta perasaan yang entah mengambang kemana.Ya Rabb...
rasanya aku hanya ingin bermunajat cinta padaMu, cinta dan rindu ini ingin
rasanya kusandarkan semua hanya untuk dan kepadaMu.
Aku terpuruk.Aku tengah diuji. Saat cinta kami yang
telah hampir setahun kami bangun, kami jalani, dengan penuh keikhlasan hati
satu sama lain. Tentang bagaimana kami beradaptasi memahami sifat dan perasaan
kami satu sama lain. Saat moment pertunangan itu menyatukan ikatan cinta meski
aku tahu kami belum sepenuhnya bisa saling memiliki.Manusia hanya bisa
berencana, namun semua kembali kepada kekuasaan Allah.Alhamdulillah, Kami
bahagia.melewati hari demi hari dengan kekuatan cinta dan kasih sayang yang
kami miliki. Hingga tanpa terduga kabar itu benar – benar membuatku shock.
Lagi – lagi aku mengeluh. Aku wanita, wajarkan bila
perasaan ini begitu tersayat mendengar kabar orang yang dicintai telah menodai
wanita lain. Hati wanita mana yang tak pilu ?.duh gusti, lagi – lagi aku
mengeluh. Meski aku yakin dan paham betul siapa dia, bahkan dia merasa tak
pernah menyentuh wanita lain itu.Sebagai seorang wanita aku merasa takut. Aku
takut apa yang aku takutkan terjadi, aku takut dia meninggalkan ku dan pergi
dengan wanita lain itu. Bukankah Allah
telah menetapkan siapa jodoh kita, Allah takan pernah menguji suatu hamba
melebihi batas kemampuan hambanya, melainkan karna yakin ia sanggup melewatunya.
Ya rabb... aku pasrah dengan ujian hidup ini.
“ Ray..., masih pagi jangan melamun. Tidak baik
“.Suara ibu mengagetkan ku.Ku seka air mata yang tak keluar.Entah sejak kapan
aku terbiasa menangis seorang diri.Bahkan hanya airmata yang mampu ku tuangkan
mewakili segala gejolak permasalahn hidup yang ku jalani.Entah berapa liter air
mata yang terkumpul dari tangisan ku setiap malam, merenungi segala sesuatu
yang tengah ku hadapi. “Ray, Allah tengah mempersiapkan sesuatu yang begitu
sangat indah untuk mu, nak. Allah sangat sayang kepadamu, bersabarlah. Jika dia
jodoh mu, yakinlah Allah akan kembali menyatukan cinta kalian“. perkataan ibu
terdengar begitu dalam. Hati ku teriris.Aku menangis.Bukan hanya karena ujian
yang tengah menimpa ku, tapi lebih karena airmata ibu yang tampak menggenangi
bola matanya yang sudah terlihat sangat senja.Ma’afkan aku ibu, membuatmu
sedih, dan ujian yang tengah ku hadapi menambah beban hidupmu. Aku tak
bisa menyembunyikan raut sedih dan rasa
kecewaku. Kecewa terhadap diri, yang telah membuat ibu menangis miris karena
aku.
“ Ti, tak tega hatiku melihat ibu setiap malam
menangisi aku. Aku bisa saja menguatkan hatiku menerima kenyataan ini.Aku yakin
Allah telah merencanakan sesuatu yang indah untuk ku.Namun entah sampai kapan
aku bisa bertahan mencoba untuk kuat.Setiap kali melihat ibu menangis, batinku
terasa terguncang, Ti.”Curhatku kepada Surti.Ia mendadak pulang ke kampung
begitu mendengar kabar tentang permasalah yang tengah menimpa kami, aku dan
Doni.
“ Ray, kuatkan hatimu sahabatku. Aku mengenal Doni
dan kamu dari sejak kita masih kecil.Aku paham betul bagaimana perasaan mu saat
ini. Aku bahkan sama sekali tak percaya dengan berita ini. Sabarkan hati mu, Ray
“.Kata Surti ikut menangisi aku.Andai ada banyak orang disekeliling ku yang aku
punya.Jika bukan hanya aku anak ibu, jika ada saudara yang aku punya.Mungkin
ada banyak orang yang bisa memberi penguat bagi ibu juga bagi ku.Terlintas
bayang sosok ayah yang tak pernah hadir dalam hidupku semakin membuatku pilu.
Dari sejak aku dilahirkan, Ayah tlah tenang dialam sana. Terlebih melihat
sekelilingku, aku bukan orang yang mampu.Sikap saudara – saudara ibu yang
menjauh dengan kami membuat dilematis perasaan hatiku smakin mengebu.Hidup
bersaudara tapi seperti tak punya saudara.Belum lagi bagaimana kabar itu
membuat desas desus tetangga ku yang justru membuat hati ibu dan bahkan aku
semakin pilu.Semakin menambah dilema dalam hatiku.Batinku tertekan. Adakah
tempat dimana aku bisa menyandarkan hatiku untuk menangis ?adakah tempat dimana
aku bisa menuangkan air mata ini ? dimana tempat aku mengadu tentang segala keluh
kesah ini ? jika dulu ada Doni bersamaku, yang selalu sabar dan teguh
menemaniku bahkan disaat aku terpuruk, dia yang selalu ada menguatkan ku. Tapi
kini justru dialah yang kini membuat ku meneteskan air mata, mengingatnya
serasa menambah luka.Duh gusti, kembali aku mengeluh. Ku sandarkan semua kepada mu. Semua cobaan hidup ku pendam
seorang sendiri. Hanya mampu ku curahkan dalam hati, ku adukan padaMu. Hatiku
menjerit.
Disaat Aku tengah dilanda bingung, bagaimana
kedepannya nanti, tentang kerjaan ku.Sebentar lagi habis masa kontrak ku.Selama
hampir enam tahun pula aku bekerja di sebuah industri rumahan yang terletak di
seberang desa ku. Aku belum bisa memberikan apa – apa kepada ibu. Gaji ku hanya
bisa mencukupi kebutuhan sehari – hari. Terlebih lagi aku harus memikirkan
kebutuhan hidup yang harus ku penuhi untuk menapaki jenjang pernikahan. Yang
kini aku pasrahkan kepada sang pemberi cinta yang hakiki. Sebenarnya aku ingin
pergi merantau, pergi ke ibukota dan mengadu nasib disana. Mengadu nasib
tentang anak desa yang tak punya bekal ijasah. “ mau kerja apa kamu jauh – jauh
ke Jakarta, bila hanya jadi seorang pembantu “ begitulah kata adik mama
mencibir “. ibu sudah tua, tidak punya siapa – siapa selain kamu. Hanya kamu
sandaran hidup ibu di dunia yang kini ibu miliki . Keputusan ada ditangan mu ”
itulah kata pasrah ibu, ketika aku tengah menimbang – nimbang keinginanku untuk
merantau di ibu kota, ketika Sarti, teman semasa SD ku mengajak ku ikut
dengannya. Dengan pertimbangan orang tua, aku memilih kerja serabutan di rumah,
disamping bekerja aku bisa selalu ada disamping ibu. Benarkah aku selalu ada
disamping ibu, bahkan disaat –saat linangan airmata ibu jatuh dalam munajat
cintanya kepada sang khalik, saat tengah malam itu. Aku hanya bisa mengamini do’a
ibu dengan harapan semoga Allah mengijabahi do’a ibu. Ujian itu sungguh membuat
aku malu pada keluarga ku, terutama ibu. Lagi – lagi batinku menangis.
Dan waktu kini berlalu mengikuti arus skenario
takdir hidup ku. Pelan – pelan ku ikhlaskan segala sesuatu yang telah terjadi. Hingga
disuatu hari, banyak orang ramai dirumah ku, beberapa orang tengah menata
kursi, memasang panggung dekorasi pernikahan, suara berisik orang – orang di
dapur yang tengah mempersiapkan acara pernikahan kami. Subhanallah, aku
menitikan air mata, ungkapan bahagia yang tiada tara yang tak bisa ku ungkapkan
lewat bait – bait kata. Aku akan menikah. Dengan siapa ?dengan dia kah yang kau
ceritakan diawal tadi ? yah.. kita melewati ujian itu, saat dimana berita itu
hanya sebuah fitnah. “ aku mencintai mu, Don. Tolong nikahi aku... lupakah
engkau dimalam itu. Ini hasil buah cinta kita “ rengek seorang wanita lain itu,
yang entah bahkan aku tak ingin menyebut namanya. ucapan itu sungguh menyayat
hati dan kepercayaan ku. Saat itu aku tak bisa membayangkan bagaimana dengan
reaksi keluarga kami menerima berita yang mungkin aib ini. Aku tak sanggup
berkata apa – apa hanya bisa menguatkan hati ku dan mensuport Doni dan keluarga
kami. Dalam hati aku tetap menanam keyakinan bahwa Doni tidak bersalah.Ternyata
benar, ujian dalam hidup selalu datang
silih berganti, namun janji Allah pasti. Yakinlah, bahwa jodoh kita tak akan
tertukar dengan orang lain, maka bersabarlah dalam penantiannya. rizki kita
takan diambil orang lain, maka tenangkan lah hati kita. Dan ibadah kita tak
mungkin dikerjakan orang lain, maka sibukkanlah diri kita dalam beribadah. Ku
Pasrahkan semua tentang hidupku kepadaNya. Hanya Sabar menerima kenyataan yang
ada. Hingga tiba hari dimana, sebuah keajaiban datang. Allah menjawab do’a
kami, menjawab munajat do’a cinta ibu yang tertuang untuk ku. Doni datang
membawa suatu penjelasan tentang kisah yang sebenarnya bersama wanita itu yang
kini hadir didepan ku. Ia bersimpuh, memohon ma’af atas kesalahan yang pernah
ia lakukan untuk memisahkan kami. Seketika itu pula aku teringat do’a tulus mu ibu yang kini telah mengembalikan
cinta sejati ku ke dunia ku lagi. Terimakasih ibu, aku mencintai mu. Engkau
benar, Ketulusan do’a seorang wanita juga penyandaran segala permasalahan hidup
kepada sang pemberi kehidupan, Allah lah sebaik – baik penolong dan pelindung.
Tiba – tiba Dion, anakku memeluk ku, menyadarkan aku
dari kisah 6 tahun yang lalu, “ mama ayo kita pulang.” Ku tatap wajah suamiku,
tersenyum ikut memeluk menguatkanku.“ aku kangen ibu, mas”. Suaraku lirih.Doni
mencium keningku. Ku usap airmata yang jatuh membasahi pipi, menaburkan bunga
dipusaran pahlawan hidupku, ibu. Aku merindukanmu.
No comments:
Post a Comment