Wednesday, 3 September 2014

Diaryku..



Pagi yang damai, mungkin begitulah suasana pagi ini.Segala aktivitas rumah dari memasak, menyiapkan sarapan, mencuci piring, menyapu dan membersihkan rumah telah selesai ku kerjakan. Perlahan namun pasti, ku kayun langkah ini menuju serambi rumah, duduk di kursi penjalin, menghirup udara segar, menatap lalu lalang  aktivits di jalanan, memandangi setiap wajah yang lewat depan rumah. Oh, tidak. Aku tidak memandangi mereka.Aku lebih fokus ke pikiran, yah pikiran dan perasaan ku yang tengah terguncang. Aku coba tuk tetap tenang, diam melantunkan bait – bait do’a dalam kekhawatiran. Ku lantunkan ayat - ayat cinta dalam tatapan dan pikiran serta perasaan yang entah mengambang kemana.Ya Rabb... rasanya aku hanya ingin bermunajat cinta padaMu, cinta dan rindu ini ingin rasanya kusandarkan semua hanya untuk dan kepadaMu.
Aku terpuruk.Aku tengah diuji. Saat cinta kami yang telah hampir setahun kami bangun, kami jalani, dengan penuh keikhlasan hati satu sama lain. Tentang bagaimana kami beradaptasi memahami sifat dan perasaan kami satu sama lain. Saat moment pertunangan itu menyatukan ikatan cinta meski aku tahu kami belum sepenuhnya bisa saling memiliki.Manusia hanya bisa berencana, namun semua kembali kepada kekuasaan Allah.Alhamdulillah, Kami bahagia.melewati hari demi hari dengan kekuatan cinta dan kasih sayang yang kami miliki. Hingga tanpa terduga kabar itu benar – benar membuatku shock.
Lagi – lagi aku mengeluh. Aku wanita, wajarkan bila perasaan ini begitu tersayat mendengar kabar orang yang dicintai telah menodai wanita lain. Hati wanita mana yang tak pilu ?.duh gusti, lagi – lagi aku mengeluh. Meski aku yakin dan paham betul siapa dia, bahkan dia merasa tak pernah menyentuh wanita lain itu.Sebagai seorang wanita aku merasa takut. Aku takut apa yang aku takutkan terjadi, aku takut dia meninggalkan ku dan pergi dengan wanita lain itu. Bukankah Allah telah menetapkan siapa jodoh kita, Allah takan pernah menguji suatu hamba melebihi batas kemampuan hambanya, melainkan karna yakin ia sanggup melewatunya. Ya rabb... aku pasrah dengan ujian hidup ini.
“ Ray..., masih pagi jangan melamun. Tidak baik “.Suara ibu mengagetkan ku.Ku seka air mata yang tak keluar.Entah sejak kapan aku terbiasa menangis seorang diri.Bahkan hanya airmata yang mampu ku tuangkan mewakili segala gejolak permasalahn hidup yang ku jalani.Entah berapa liter air mata yang terkumpul dari tangisan ku setiap malam, merenungi segala sesuatu yang tengah ku hadapi. “Ray, Allah tengah mempersiapkan sesuatu yang begitu sangat indah untuk mu, nak. Allah sangat sayang kepadamu, bersabarlah. Jika dia jodoh mu, yakinlah Allah akan kembali menyatukan cinta kalian“. perkataan ibu terdengar begitu dalam. Hati ku teriris.Aku menangis.Bukan hanya karena ujian yang tengah menimpa ku, tapi lebih karena airmata ibu yang tampak menggenangi bola matanya yang sudah terlihat sangat senja.Ma’afkan aku ibu, membuatmu sedih, dan ujian yang tengah ku hadapi menambah beban hidupmu. Aku tak bisa  menyembunyikan raut sedih dan rasa kecewaku. Kecewa terhadap diri, yang telah membuat ibu menangis miris karena aku.
“ Ti, tak tega hatiku melihat ibu setiap malam menangisi aku. Aku bisa saja menguatkan hatiku menerima kenyataan ini.Aku yakin Allah telah merencanakan sesuatu yang indah untuk ku.Namun entah sampai kapan aku bisa bertahan mencoba untuk kuat.Setiap kali melihat ibu menangis, batinku terasa terguncang, Ti.”Curhatku kepada Surti.Ia mendadak pulang ke kampung begitu mendengar kabar tentang permasalah yang tengah menimpa kami, aku dan Doni.
“ Ray, kuatkan hatimu sahabatku. Aku mengenal Doni dan kamu dari sejak kita masih kecil.Aku paham betul bagaimana perasaan mu saat ini. Aku bahkan sama sekali tak percaya dengan berita ini. Sabarkan hati mu, Ray “.Kata Surti ikut menangisi aku.Andai ada banyak orang disekeliling ku yang aku punya.Jika bukan hanya aku anak ibu, jika ada saudara yang aku punya.Mungkin ada banyak orang yang bisa memberi penguat bagi ibu juga bagi ku.Terlintas bayang sosok ayah yang tak pernah hadir dalam hidupku semakin membuatku pilu. Dari sejak aku dilahirkan, Ayah tlah tenang dialam sana. Terlebih melihat sekelilingku, aku bukan orang yang mampu.Sikap saudara – saudara ibu yang menjauh dengan kami membuat dilematis perasaan hatiku smakin mengebu.Hidup bersaudara tapi seperti tak punya saudara.Belum lagi bagaimana kabar itu membuat desas desus tetangga ku yang justru membuat hati ibu dan bahkan aku semakin pilu.Semakin menambah dilema dalam hatiku.Batinku tertekan. Adakah tempat dimana aku bisa menyandarkan hatiku untuk menangis ?adakah tempat dimana aku bisa menuangkan air mata ini ? dimana tempat aku mengadu tentang segala keluh kesah ini ? jika dulu ada Doni bersamaku, yang selalu sabar dan teguh menemaniku bahkan disaat aku terpuruk, dia yang selalu ada menguatkan ku. Tapi kini justru dialah yang kini membuat ku meneteskan air mata, mengingatnya serasa menambah luka.Duh gusti, kembali aku mengeluh. Ku sandarkan semua  kepada mu. Semua cobaan hidup ku pendam seorang sendiri. Hanya mampu ku curahkan dalam hati, ku adukan padaMu. Hatiku menjerit.
Disaat Aku tengah dilanda bingung, bagaimana kedepannya nanti, tentang kerjaan ku.Sebentar lagi habis masa kontrak ku.Selama hampir enam tahun pula aku bekerja di sebuah industri rumahan yang terletak di seberang desa ku. Aku belum bisa memberikan apa – apa kepada ibu. Gaji ku hanya bisa mencukupi kebutuhan sehari – hari. Terlebih lagi aku harus memikirkan kebutuhan hidup yang harus ku penuhi untuk menapaki jenjang pernikahan. Yang kini aku pasrahkan kepada sang pemberi cinta yang hakiki. Sebenarnya aku ingin pergi merantau, pergi ke ibukota dan mengadu nasib disana. Mengadu nasib tentang anak desa yang tak punya bekal ijasah. “ mau kerja apa kamu jauh – jauh ke Jakarta, bila hanya jadi seorang pembantu “ begitulah kata adik mama mencibir “. ibu sudah tua, tidak punya siapa – siapa selain kamu. Hanya kamu sandaran hidup ibu di dunia yang kini ibu miliki . Keputusan ada ditangan mu ” itulah kata pasrah ibu, ketika aku tengah menimbang – nimbang keinginanku untuk merantau di ibu kota, ketika Sarti, teman semasa SD ku mengajak ku ikut dengannya. Dengan pertimbangan orang tua, aku memilih kerja serabutan di rumah, disamping bekerja aku bisa selalu ada disamping ibu. Benarkah aku selalu ada disamping ibu, bahkan disaat –saat linangan airmata ibu jatuh dalam munajat cintanya kepada sang khalik, saat tengah malam itu. Aku hanya bisa mengamini do’a ibu dengan harapan semoga Allah mengijabahi do’a ibu. Ujian itu sungguh membuat aku malu pada keluarga ku, terutama ibu. Lagi – lagi batinku menangis.
Dan waktu kini berlalu mengikuti arus skenario takdir hidup ku. Pelan – pelan ku ikhlaskan segala sesuatu yang telah terjadi. Hingga disuatu hari, banyak orang ramai dirumah ku, beberapa orang tengah menata kursi, memasang panggung dekorasi pernikahan, suara berisik orang – orang di dapur yang tengah mempersiapkan acara pernikahan kami. Subhanallah, aku menitikan air mata, ungkapan bahagia yang tiada tara yang tak bisa ku ungkapkan lewat bait – bait kata. Aku akan menikah. Dengan siapa ?dengan dia kah yang kau ceritakan diawal tadi ? yah.. kita melewati ujian itu, saat dimana berita itu hanya sebuah fitnah. “ aku mencintai mu, Don. Tolong nikahi aku... lupakah engkau dimalam itu. Ini hasil buah cinta kita “ rengek seorang wanita lain itu, yang entah bahkan aku tak ingin menyebut namanya. ucapan itu sungguh menyayat hati dan kepercayaan ku. Saat itu aku tak bisa membayangkan bagaimana dengan reaksi keluarga kami menerima berita yang mungkin aib ini. Aku tak sanggup berkata apa – apa hanya bisa menguatkan hati ku dan mensuport Doni dan keluarga kami. Dalam hati aku tetap menanam keyakinan bahwa Doni tidak bersalah.Ternyata benar, ujian dalam hidup selalu datang silih berganti, namun janji Allah pasti. Yakinlah, bahwa jodoh kita tak akan tertukar dengan orang lain, maka bersabarlah dalam penantiannya. rizki kita takan diambil orang lain, maka tenangkan lah hati kita. Dan ibadah kita tak mungkin dikerjakan orang lain, maka sibukkanlah diri kita dalam beribadah. Ku Pasrahkan semua tentang hidupku kepadaNya. Hanya Sabar menerima kenyataan yang ada. Hingga tiba hari dimana, sebuah keajaiban datang. Allah menjawab do’a kami, menjawab munajat do’a cinta ibu yang tertuang untuk ku. Doni datang membawa suatu penjelasan tentang kisah yang sebenarnya bersama wanita itu yang kini hadir didepan ku. Ia bersimpuh, memohon ma’af atas kesalahan yang pernah ia lakukan untuk memisahkan kami. Seketika itu pula aku teringat do’a  tulus mu ibu yang kini telah mengembalikan cinta sejati ku ke dunia ku lagi. Terimakasih ibu, aku mencintai mu. Engkau benar, Ketulusan do’a seorang wanita juga penyandaran segala permasalahan hidup kepada sang pemberi kehidupan, Allah lah sebaik – baik penolong dan pelindung.
Tiba – tiba Dion, anakku memeluk ku, menyadarkan aku dari kisah 6 tahun yang lalu, “ mama ayo kita pulang.” Ku tatap wajah suamiku, tersenyum ikut memeluk menguatkanku.“ aku kangen ibu, mas”. Suaraku lirih.Doni mencium keningku. Ku usap airmata yang jatuh membasahi pipi, menaburkan bunga dipusaran pahlawan hidupku, ibu. Aku merindukanmu.

1 comment: