ASAL
MULA HURUF JAWA
|
P
|
Ada suatu hari
datanglah seorang pertapa yang masih muda bernama Aji Saka dari Hindustan. Aji
Saka disertai dua orang abdinya pergi melawat ke Tanah Jawa. Ia bersama dua
abdinya menjelajahi masuk kota dan desa. Kedatangan ke Tanah Jawa bermaksud
menyebarkan ilmu pengetahuan.
Suatu
ketika ia bersama dua badinya ke negara Medang, tetapi dalam perjalanannya
mereka singgah terlebih dahulu ke pegunungan Kendeng. Aji Saka berkata kepada
“Sembada, abdinya. Katanya : “ Sembada besok saya akan ke Medang, dan keris
ajiku saya tinggal disini. Kupercayakan keris ajiku kepadamu. Siapapun yang
datang meminta, jangan kauberi. Bila aku memerlukan akan saya ambil sendiri.
Ingatlah pesanku!”
Selesai
berbicara, berangkatlah Aji Saka ke negeri Medang seorang diri. Sampailah Aji
Saka di negeri Medang.
Aji
Saka tiba didesa terpencil. Ia bertamu ke rumah seorang janda tua bernama Mbok
Rondoo Sengkeran.
Ia
bertanya kepada Mbok Rondo, “ Apakah disini negara Medang?”
Jawab
Mbok Rondo: “ Betul! Tuan darimana? Dan apa maksud tuan datang di tempat ini?”.
“
Saya seorang kelana dari jauh. Saya dtang kesini hanyalah melihat – lihat
keluhuran negeri Medang. Apabila mungkin, saya ingin mengabdi kepada sang
prabu”. Jawab Aji Saka
Berkata
si janda tua: “Tuan, janganlah engkau mengabdi kepada Sang Prabu. Sebab Sang
Prabu suka makan daging manusia. Lihatlah! Tempat ini kosong, penduduk banyak
mengungsi karena takut. Saya ini masih hidup karena usia saya sudah tua, daging
saya sudah alot. Tuan masih muda jangan jangan mendekati Sang Prabu. Tuan pasti
akan dimakannya.
Begitulah
untuk sementara Aji Saka tinggal di rumah Mbok Rondo Sengkeran.
Setiap
hari Sang Prabu menyantap daging manusia. Dan setiap hari pula kerja patih
kerajaan Medang mencari seorang sebagai persembahan kepada Baginda.
Aji
Saka ternyata seorang yang sakti. Ketika para penduduk yang ketakutan berlari
mengungsi, ia meminta para penduduk itu tinggal bersama di rumah Mbok Rondo
Sengkaren.
Sekali
lagi si janda tua tersebut mengingatkan kepada Aji Saka. Katanya : “
urungkanlah iat tuan. Lebih baik
tinggalkanlah tempat ini!”. Berkatalah Aji Saka : “Mbok, kau tidak usah
merisaukan keselamatan diriku! Tolong antarkan aku ke rumah patih agar nanti
diantar menghadap Sang Prabu”. Akhirnya Mbok Rondo Sengkaren mengantar Aji Saka
menghadap Patih.
Dihadapan
patih, Aji Saka mengutarakan maksudnya, ingin mengabdi kepada Sang Prabu. Sang
Patih melihat Aji Saka tertegun karena sikap baiknya. Memang Aji Saka seorang
pemuda yang bijaksana, lagi tampan. Dalam benak Sang Patih, ia merasa sayang
bila Aji Saka diserahkan kepada Sang Prabu.
Kata
Sang Patih: “ Baiklah! Engkau akan dihadapkan kepada Sang Prabu. Engkau harus
tahu tugasmu nanti. Karena tiddak mudah mengabdi kepada Sang Bginda Raja
Medang.”
“
Hamba tidak gentar berhadapan dengan Sang Baginda! Hamba tetap pada pendirian
semula, yaitu akan mengabdi kepada Sang Prabu. Apabila hamba tidak mati apakah
hamba dapat minta hadiah sebidang tanah seluas sorban ( ikatan kepala ) ini ?”
jawab Aji Saka.
Sang
Patih menyanggupi permintaan Aji Saka. Lalu diajaklah Aji Saka ke istana.
Sewaktu makan, Aji Saka mengubah dirinya menjadi seorang kanak-kanak yang
cantik. Sang Prabu sangat senang melihatnya. Kanak – kanak tadi ditimangnya.saat
menimang tersebut, Sang Prabu bernafsu untuk melahapnya. Tetapi, Aji Saka yang
sakti dengan cekatan memegang bibir atas dan bibir bawah, lalu disobeklah mulut
raja Medang hingga meninggal.
Setelah
peristiwa tewasnya Sang Badinda, Aji
Saka berubah wujud seperti semula. Aji Saka pergi ke rumah Patih memberitahukan
bahwa Sang Baginda telah mati terbunuh. Senanglah hati Sang Patih mendengar
laporan Aji Saka.
Kemudian
Aji Saka menagih janji kepada Sang Patih. Ikat kepalanya dilepas dibentangkan
diatas tanah. Ikat kepala semakin lebar, meluas hingga meliputi desa dan kota,
hutan, gunung, lembah ngarai. Akhirnya seluruh kerajaan Medang menjadi
miliknya.
Sang
Patih tidak dapat berbuat apapun. Rakyat Medang merasa lega karena raja yang
gemar makan daging manusia telah tewas. Rakyat berterima kasih kepada Aji Saka
yang raja di Medang.
Penduduk
yang mengungsi ke daerah lain kembali ke rumah mereka masing - masing. Ereka
mulai mengolah sawah, menanami ladang. Sungguh menjadi tempat yang ramai. Di
bawah pemerintahan raja Aji Saka, negara Medang mengalami masa kejayaan. Rakyat
hidup dengan tenteram. Teringatlah Aji Saka akan kerisnya.
Dipanggilnya
Dora, katanya : “Hai Dora, pergilah kau ke pegunungan Kendeng! Ambillah
kerisku! Katakan bahwa aku sedang sibuk!”
Ya,
Tuanku! Hamba siap berangkat”. Jawab Dora.
Pergilah
Dora ke pegunungan Kendeng. Sesampai di tempat, Dora memberi salam kepada
Sembada. Dan keduanya asyik berdialog melepaskan rindu. Kemudian Dora
menyampaikan maksud kedatangannya diutus Aji Saka untuk mengambil keris Aji
milik tuannya itu.
Mendengar
maksud kedatangan Dora, dengan tegas Sembada menolaknya. “ Pesan tuanku Aji
Saka, bahwa keris aji ini tidak boleh diberikan kepada siapapun. Bila tuanku
memerlukan dia pasti akan datang sendiri ke tempat ini. Dan lagi, aku tidak
boleh mennggalkan tempat ini sebelum tuanku datang !”. kata Sembada.
Demikianlah
pula Dora merasa bahwa ia mendapat tugas dari tuannya. Ia tidak mengada – ada.
“ Aku membawa surat kuasa bukti perintah Baginda .“ kata Dora
“
Aku tak peduli, aku tetap berpendirian bahwa pesan dan amanat Baginda Aji Saka
kepadaku harus kupegang teguh, bahwa siapapun tak berhak mengambil keris pusaka
milik baginda kecuali baginda sendiri.”
“
Aduh kakang Sembada terpaksa aku menggunakan jalan kekerasan.”
“
Aku tidak menyalahkanmu Dora, aku akan tetap mempertahankan pusaka ini.”
Kedua
abdi tersebut saling memepertahankan perintah Aji Saka, keduanya tidak mau mengalah.
Akhirnya terjadilah baku hantam diantara keduanya. Kedua badi tersebut, Dora
dan Sembada adu kekuatan, adu kepandaian, dan adu kesaktian. Memang kedua abdi
tersebut sama – sama sakti.keduanya sama – sama unggul. Adu kesaktian kedua
abdi tersebut mengakibatkan keduanya tewas. Mereka masing – masing
mempertahankan perintah tuannya. Lebih baik mati daripada menghianati perintah
tuannya.
Utusan
Aji Saka lama tak datang. Khawatirlah Aji Saka dan cemas menanti ledatangan
abdi yang setia, Dora dan Sembada tak kunjung datang. Akhirnya Aji Saka
meninggalkan istana pergi ke pegunungan Kendeng untuk menyusul Dora dan
Sembada. Setelah sampai ke pegunungan Kendeng, terkejutlah Aji Saka melihat
mayat Dora dan Sembada tergeletak di tanah. Ingatlah Aji Saka apa yang pernha
dipesankan kepada Sembada. Dora dan Sembada kedua abdi kesayangannya tewas demi
tugas yang diembannya. Kematian mereka berdua sebagai bukti kesetiaan dan
kepatuhan kepada tuannya. Dengan kematian dua abdi setia, Aji Saka menciptakan
huruf – huruf untuk mengabadikan kesetiaan dua abdi dalam melaksanakan tugashuruf
jawa tersebut dikenal dengan Carakan.
Susunan
huruf jawa tersebur sebagai berikut :
-
Ha
na ca ra ka – da ta sa wa la – pa dha ja ya nya – ma ga ba tha nga.
Hana caraka = ada utusan
Data sawala = pada bertengkar
Padha jayanya = sama saktinya
Maga bathanga = mati bersama
No comments:
Post a Comment