PERUBAHAN
Di sebuah desa terpencil, tinggal sepasang suami isteri
baru. Beberapa minggu lalu mereka pindah dari kota ke daerah yang jauh dari
keramaian itu. Tak ada sanak keluarga, tak ada teman. Semuanya serba baru.
Hampir tiap hari sang suami pergi bekerja ke kota. Berangkat
pagi dan tiba di rumah menjelang malam. Sementara si isteri menunggu di rumah
dengan seribu satu kejenuhan.
Ia kadang bingung harus melakukan apa. Pernah ia mencoba
berkunjung ke beberapa rumah yang tak jauh dari rumahnya. Si isteri mengira
bisa mendapat kesibukkan baru di lingkungan desa itu. Kenyataannya, komunikasi
yang mulai ia bangun ternyata mengalami jalan buntu. Wanita yang biasa hidup di
kota ini baru tahu kalau penduduk sekitar punya bahasa dan budaya sendiri. Dan
ia pun langsung surut.
Sejak itu, ia seperti tak punya harapan bisa kerasan tinggal
di kawasan yang lebih banyak terdapat pasir dan batu ketimbang pohon. Daerah
yang agak gersang itu menjadi sangat gersang dalam pikiran sang isteri.
Hingga suatu kali, ia mengirim surat ke ibunya di kota. Ia
berharap, sang ibu mengizinkannya balik ke kota. Dan surat balasan dari ibu pun
datang. Wanita itu berharap cemas ketika membuka isi surat. Lama ia mamndangi
isi surat yang berbunyi, “Anakku, renungkanlah kata – kata ibu ini. Dua orang
melihat keluar lewat jeruji penjaranya. Yang satu memandangi lumpur. Yang
satunya lagi memandangi bintang.”
Kata – kata itu membuat wanita muda itu melihat segalanya
dengan lebih jelas. Mungkin ia tak dapat memperbaiki sekelilingnya, tetapi ia
dapat mengubah sikapnya. Setelah itu, ia berusaha keras bersahabat dengan para
tetangga yang masih terbelakang itu. Ia mulai belajar bahasa daerah dan bekerja
sama dengan mereka dalam menenun dan membuat tembikar. Sesekali, ia meluangkan
waktu untuk menjelajahi gurun dan menemukan keindahan lamnya. Tiba – tiba ia
tinggal di sebuah dunia baru. Dan satu – satunya hal yang berubah hanyalah
sikapnya.
«««
Saudaraku, kadang kenyataan hidup lahir dan tumbuh di luar
kemauan kita. Lingkungan rumah yang tidak mengenakkan, penghasilan yang
sekadarnya, keadaan tubuh yang sakit – sakitan, dan sebagainya. Ia menjadi
begitu pahit.
Jika keadaan – keadaan seperti itu terus saja membuat kita
kecewa, mungkin tibalah saatnya untuk suatu perubahan. Bukan situasi yang kita
berubah, melainkan sikap kita. Jika kita dapat belajar memetik manfaat sebesar
– besarnya dari situasi apa pun, Insya Allah, kita dapat menyingkirkan hambatan
besar yang menghalangi kita dari impian yang kita inginkan.
Maha Benar Allah dengan firman-Nya dalam surah Ar-Ra’d ayat
11. “.... sesungguhnya Allah tidak
mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah kedaan yang ada pada
diri mereka sendiri...”.
Sipp,,,,!!!
ReplyDelete