Sumber
pendapatan keluarga menjadi salah satu faktor keberlangsungan sebuah bangunan
rumah tangga. Dalam istilah lain kita mengenal mata pencaharian atau juga
nafkah keluarga. Banyak cerita dan kasus yang muncul serta berkembang justru
berawal dari kegagalan seorang suami untuk menjadi penopang dan tulang punggung
utama dalam sebuah keluarga.
Dalam
ensiklopedi hukum islam, nafkah dimaknai sebagai pengeluaran yang biasanya
dipergunakan oleh seseorang untuk sesuatu yang baik, atau dibelanjakan untuk
orang – orang yang menjadi tanggung jawabnya.sementara Sayyid Sabiq dalam Fiqih
Sunnah menyatakan bahwa, Nafkah adalah
memenuhi kebutuhan makan, tempat tinggal, pembantu rumah tangga, pengobatan
istri, jika ia mampu. Namun dua hal diawal merupakan kebutuhan mendasar dan
pokok.
Memberi nafkah
merupakan kewajiban seorang suami terhadap keluarganya. Seperti sabda nabi
dalam sebuah hadist dari Muawiah AlQusyairi “ aku berkata: “ Wahai rasulallah,
apakah hak seorang istri dari kami? Beliau menjawab: “ Engkau memberinya makan
apa yang engkau makan, engkau memberinya pakaian, sebagaimana engkau berpakaian.
Janganlah engkau pukul mukanya....”. ibnu Qudaimah berkata bahwa para ahli
sepakat tentang kewajiban suami memberi nafkah kepada isteri kecuali bila
isterinya berbuat durhaka.
Lalu bagaimana
jika isteri ingin berkarier di dunia luar rumah? Perlukah didukung atau justru
dilarang dengan alasan karier domestik rumah tangga juga tak kalah penting?.
Islam pun
memandang laki-laki dan perempuan mempunyai hak yang sama dalam bekerja
sekaligus menikmati buah dari hasil kerja payah mereka. Allah SWT berfirman: “
Bagi laki-laki dianugerahkan hak dari apa yang diusahakannya dan bagi perempuan
dianugerahkan hak dari apa yang diusahakannya ( Q.S. Al-Ahzab:33 ).
Kita tidak perlu
memperdebatkan lagi boleh tidaknya seorang perempuan bekerja di luar rumah.
Rasulullah SAW telah mencontohkan bagaimana beliau mengizinkan Siti Khadijah
tetap menjadi pengusaha disamping mengasuh anak dan mendampingi nabi berda’wah.
Mungkin yang perlu diperjelas adalah bagaimana nanti seorang suami dan isteri
membagi peran masing – masing dalam keluarga dan dunia kerja, bagaiman amembagi
waktu antara keluarga dan karier mereka apabila keduanya berkomitmen untuk
bekerja. Jika seorang suami mengizinkan isterinya untuk bekerja maka ia wajib
memberi dukungan terhadap isteri dengan cara ikut membantu menyelesaikan
pekerjaan rumah tangga, seperti memberikan dukungan moral maupun emosional
terhadap karier dan pekerjaan isteri, memahami beratnya tugas isteri yang
berperan ganda sebagai ibu rumah tangga sekaligus sebagai profesional di dunia
kerja yang mempunyai komitmen dan tanggung jawab atas pekerjaan yang
dipercayakan kepadanya.
Begitu juga
untuk sang isteri, dengan bekerja diluar rumah jangan sampai kewajiban terhadap
suami terabaikan. Dalam bekerja hendaklah menjaga kehormatan diri, suami dan
keluarga. Jika penghasilan yang di dapat seorang isteri lebih besar dari suami,
hendaklah ia tetap menyadari akan perannya, bahwa ia bukan tulang punggung
utama keluarga. Jangan sampai hal itu membuatnya merasa lebih berkuasa,
menyepelekan kewajiabnnya sebgai seorang isteri, merasa tak butuh pemberian
nafkah dari suami. Sebagai seorang isteri perempuan juga perlu menyadari,
bagaimana pun suksesnya ia di dunia kerja, pemimpin di rumah tetaplah suami.
Oleh karenanya ia harus menghormatinya, menerima dengan ikhlas sebesar apapun
kadar nafkah yang mampu diberikan oleh suami. Berilah rasa pengertian,
menghargai atas jerih payah usaha yang telah dilakukan suami, serta berilah
dukungan kepadanya untuk bisa lebih maju, memberinya semangat dalam mencari
nafkah. Bersikaplah bijaksana, bahwa keberhasilan yang telah diraih olehnya
juga tak pernah lepas atas motifasi juga berkat dukungan sang suami yang telah mengizinkannya
berkarier di luar rumah. Jangan sampai perbedaan pengasilan membuat suami
merasa minder. Yakinlah, sebagai seorang isteri anda akan menyayangi dan bisa
menerima kekurangan dan kelebihan suami dan bisa saling melengkapi.
Begitu juga bagi
suami, dengan keberhasilannya seorang isteri, bukan berarti ia terlepas atas
kewajibannya memberi nafkah. Ia tetaplah tulang punggung utama keluarga. Wajib
memberi nafkah sesuai dengan kadar kemampuannya. Tapi bukan berarti ia tak ada
usaha untuk bisa lebih maju. Firman Allah: “ ..... dan kewajiban ayah memberi
makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf. Seseorang tidak
dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya ( Q.S Al Baqarah:233 ). Dengan
cara yang ma’ruf berarti memberikan kebutuhan sesuai dengan ketentuan agama,
tidak berlebihan dan tidak juga kekurangan.
Jadilah teman
yang baik bagi pasangan. Jadilah orang pertama yang memberi dukungan ketika ia
merasa terpuruk. Jangan ragu untuk memberi kritik yan g membangun untuk
pasangan. Dan yang terpenting, harus ada sikap saling percaya dan mendukung
diantara suami isteri sehingga bisa saling bekerja secara proporsional dan
mengembangkan karier masing – masing. Sebisa mungkin tidak membawa tugas kantor
ke rumah, jangan sampai pekerjaan menghalangi waktu untuk bercengkraman dengan
keluarga. Semoga da pelajaran yang di dapat dari tulisan ini.
No comments:
Post a Comment